Gizi buruk dan Metode Penentuan Status Gizi
Pengertian
status gizi menurut Almatsier (2009), adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Yang dibedakan
antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Status gizi baik atau
optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin, jika keadaan sebaliknya terjadi gizi kurang.
Akibat gizi buruk pada balita dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan. Pada tingkat kecerdasan karena tumbuh kembang otak 80%
terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Pada anak yang
pendek (stunted)
mempunyai rata-rata score Intelligence Quotient (IQ)11 poin (UNICEF,
1998), kemudian di perkirakan Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin dan
menurunkan produktivitas 20-30%.
Menurut Almatsier (2009), masalah gizi umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya ketersediaan pangan, kurang baiknya sanitasi,
kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Banyak
penelitian yang mengungkapkan bahwa faktor sosio-budaya sangat berperan
dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah gizi. Kebiasaan
makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi
kebudayaan keluarga yang disebut gaya hidup. Unsur-unsur budaya mampu
menciptakan suatu kebiasaan makan yang kadang bertentangan dengan
prinsip-prinsip ilmu gizi.
Upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain
seperti peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), tatalaksana gizi buruk di puskesmas perawatan dan rumah sakit, serta Kadarzi atau pemberdayaan masyarakat melalui keluarga sadar gizi.
Untuk melakukan penilaian status gizi, dilakukan dengan penilaian
status gizi. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Penilaian langsung dibagi menjadi empat penilaian
meliputi : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan tidak
langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor
ekologi. Metode yang sering digunakan di masayarakat untuk menentukan
status buruk pada balita adalah antropometri dan survei konsumsi makanan
Berikut penjelasan salah satu metode diatas menurut Supariasa (2002):
Antropometri gizi :
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi, diantaranya :
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi, diantaranya :
- Umur (U) merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. batasan umur untuk anak adalah umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh.
- Berat Badan (BB) merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Sensitif terhadap perubahan dalam waktu singkat oleh perubahan-perubahan konsumsi dan kesehatan. Akan menggambarkan status gizi sekarang dan pertumbuhan jika dilakukan secara periodik.
- Tinggi Badan (TB) merupakan ukuran antropometri menggambarkan keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat (Supariasa, 2002). Untuk Anak balita TB berumur 0-2 tahun yang diukur pada posisi berdiri koreksinya ditambah 0,7 cm dan yang berumur 2-5 tahun yang diukur pada posisi berbaring koreksinya dikurangi 0,7 cm (WHO, 2006).
0 komentar:
Post a Comment